Diterbitkan di koran Jambi Independent 21 November 2013
Akhir-akhir ini, dengan pesatnya
perkembangan program studi Ilmu Pemerintahan yang dibuka oleh beberapa
Perguruan Tinggi Swasta maupun Negeri di wilayah Provinsi Jambi, membawa kesan
bahwa kini studi Ilmu Pemerintahan menjadi salah satu kecenderungan atau trend
yang diminati oleh masyarakat Jambi. Padahal ini terjadi ditengah
carut-marutnya informasi akan tata kelola pemerintahan yang sebagian besar
diwarnai oleh upaya pembusukan secara politis.
Dibeberapa Perguruan Tinggi yang
sempat penulis mengajar didalamnya, rata-rata peminat program studi Ilmu
Pemerintahan dengan mempelajari atau menjadi mahasiswa di program studi ini,
mempunyai ekspektasi ideal untuk memperbaiki kondisi carut marutnya tata kelola
pemerintahan yang sedang berlangsung jika kelak telah menyandang gelar Sarjana
Ilmu Pemerintahan. Di samping itu, yang utama adalah untuk mengetahui bagaimana
mengelola pemerintahan dengan baik.
Ilmu Pemerintahan telah lama memang
diposisikan kedalam sub Ilmu Politik yang mempelajari kekuasaan. Sebelumnya,
Ilmu Pemerintahan muncul pertama kali sebagai bagian dalam ilmu yang
mempelajari administrasi perusahaan, dan atau ekonomi perusahaan. Secara khusus
pada jaman kolonial Hindia Belanda, diberikan sebagai kursus terhadap pegawai
pamong praja yang akan menduduki dinas umum. Dalam perkembangannya, Ilmu
Pemerintahan kemudian dikaitkan dengan, administrasi negara dan juga kebijakan
publik. Persamaan Ilmu Pemerintahan dari ini semua adalah objek materia atau
sasaran kajiannya, yaitu sama-sama mengkaji negara. Sedangkan Pembedanya
terletak kepada objek formanya atau kekhususan pembahasannya, Ilmu Pemerintahan
khusus membahas mengenai hubungan antara lembaga negara. Kekhususan inilah yang
pada awalnya Ilmu Pemerintahan sempat tidak bisa dibedakan dengan hukum
pemerintahan yang membahas hubungan negara dari segi hukum-hukumnya.
Paradigma lama ini menempatkan
negara sebagai sesama sasaran kajian Ilmu Pemerintahan sebagai sebuah arena.
Ditengahnya panggung kekuasaan dipancangkan, yang dapat disaksikan sebagai
berbagai babak drama untuk upaya-upaya memperebutkannya, mendirikan atau bahkan
merobohkannya. Rakyat berada ditepi kekuasaan, dibebankan untuk melayani dan
mengabdi kepada kekuasaan, sewaktu-waktu harus siap dikorbankan untuk
kekuasaan. Arena tempat kekuasaan dipancangkan itupun, boleh dibuat sesuka hati
oleh kekuasaan, entah apakah dibuat sebagai tempat yang becek, kotor, rusak,
bersih, rapi, atau terkendali.
Tak pelak lagi, kondisi tersebut
mengakibatkan adanya guncangan sosial dalam kehidupan bersama. Perang
kepentingan berbalut ideologi dalam episode perang dingin dimasa lampau
ternyata menumbalkan begitu banyak jiwa rakyat, dan kekuasaan juga tak kunjung
puas akan hal itu, justru semakin haus. Ini terbukti setelahnya , ternyata
rezim-rezim kekuasaan yang berkuasa pasca perang dingin justru semakin tiran
dibalut dengan kepentingan kapitalisme. Secara sosial hal ini mengakibatkan
eksistensi kemanusiaan rakyat tercabik-cabik karena kekuasaan, padahal
kekuasaan didirikan oleh manusia.
Tidak hanya itu, secara nature
atau alam juga mengalami guncangan. Kekuasaan yang didirikan dengan
menghalalkan segala cara, telah merusak ekologi kehidupan bersama tempat
kekuasaan dan rakyat hidup. Degradasi sumber daya alam terjadi begitu pesatnya,
karena kebijakan yang salah dalam mengelola sumber daya alam. Sumber daya alam
dikeruk sedemikian rupa untuk diambil keuntungan atasnya tanpa batas demi
menopang kepentingan kekuasaan yang sewenang-wenang. Kerusakan ekologis ini berdampak sistemik
kepada kelangsungan hidup bersama, baik secara moral, sosial, ekonomi, politik
maupun budaya.
Berdasarkan hal tersebut, Taliziduhu
Ndraha seorang pakar Ilmu Pemerintahan, memperkenalkan paradigma baru dalam mengelola
pemerintahan yang dinamakan dengan Kybernologi.Sebenarnya
Kybernologi adalah upaya
mengembalikan Ilmu Pemerintahan kepada hakikat asalnya, yaitu bagaimana
mengelola pemerintahan sebuah negara dengan tujuan untuk kemashlahatan
kehidupan bersama seideal mungkin untuk dipergunakan mencapai tujuan bersama
demi kesejahteraan rakyat dengan menggunakan cara-cara yang baik.
Dalam Kybernologi, paradigma Ilmu Pemerintahan dalam mengelola negara
bergeser, dari negara yang dianggap sebagai sebuah arena kepada publik sebagai
ruang kebijaksanaan untuk melayani rakyat yang berada di ruang sipil. Ini
membentuk persinggungan Ilmu Pemerintahan antara negara sebagai ruang
kekuasaan, dengan publik sebagai ruang kebijaksanaan yang merupakan poros
pergulatan jaminan pemenuhan kebutuhan eksistensial kemanusiaan antara rakyat
diruang sipil dan negara diruang kekuasaan. Untuk itu dibutuhkan tata kelola
yang memadai agar jaminan pemenuhan kebutuhan tersebut dapat berlangsung dengan
baik dan berkesinambungan. Juga dibutuhkan satu manajemen penanganan konflik
yang memadai, agar benturan diruang publik antara kepentingan dan kebutuhan
tidak menyebabkan skala konflik yang dapat mengganggu sistem politik bernegara,
karena pergulatan yang terjadi diruang publik ini sangat rentan terhadap
benturan tersebut. Garis persinggungan ini memunculkan makna bahwa adalah
kewajiban dari negara untuk melayani rakyat dalam segi hak-hak sipilnya maupun
penyediaan barang publik yang bagus untuk memenuhi kebutuhan kemanusiaan
bersama, dan kewenangannya negara untuk mengelola penyediaan barang publik
tersebut supaya berkesinambungan dan layak dipergunakan bersama, demi
terciptanya kelangsungan hidup yang sejahtera, adil, aman dan tentram.
Kekhususan bahasan Ilmu Pemerintahan
pun bergeser, tidak lagi mengkaji hubungan antara lembaga negara, tetapi kepada
hubungan antara negara dan masyarakat dalam rangka pemenuhan dan jaminan
kebutuhan eksistensial kemanusiaan bersama, yang didasarkan kepada janji atau
kontrak politik. Dalam hal ini akhirnya terbentuk domain dalam pengelolaan
sebuah pemerintahan negara, yaitu; Negara sebagai subkultur kekuasaan berada
diatas sebagai wasit yang akan menengahi subkultur ekonomi sebagai penyedia
kebutuhan kemanusiaan dan selalu berupaya meraih keuntungan sebanyak mungkin,
dengan subkultur sosial atau rakyat sebagai konsumen produk subkultur ekonomi,
juga konsumen sekaligus pendukung kekuasaan melalui kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintahan dan dukungan legalitas kekuasaan.
Konsep ini membentuk gambaran, bahwa
negara adalah sebuah kapal yang bermuatan manusia. Pemerintahan dalam hal ini
adalah sebagai nahkoda yang akan mengarahkan dan mengantar seluruh isi kapal
mencapai tujuan bersama, dengan selamat tak kurang suatu apapun. Selama
perjalanan kapal tersebut mencapai tujuan, segala kebutuhan penumpang kapal,
baik itu rakyat maupun crew kapal
yang berupa nahkoda dan lainnya, terpenuhi dengan baik, cukup, aman dan nyaman.
Juga terdapat jaminan keselamatan jika
terjadi sesuatu didalam kapal, apakah sakit, luka, dan lain sebagainya, atau
bahkan jika kapal menemui kendala ditengah lautan, pelampung telah disiapkan
dengan standar baku keselamatan yang memadai mengutamakan keselamatan penumpang
terlebih dahulu daripada Crew. Jadi,
untuk mengemudikan kapal yang bernama negara ini, tidak hanya dibutuhkan kekuasaan seorang
nahkoda pemerintahan yang akan memandu jalannya kapal, tetapi juga manajemen
pengelolaan kapal yang baik.
Jika ditilik dari segi kewenangan
dan kewajiban negara, konsep ini juga dapat mengandaikan negara sebagai suatu
perusahaan yang besar. Perusahaan yang bernama negara ini yang disebut sebagai corporate state, memproduksi barang
berupa barang-barang publik yang dipergunakan untuk memenuhi hajat hidup orang
banyak atau kebutuhan bersama, sekaligus memproduksi layanan jasa untuk
memenuhi kebutuhan pelayanan akan hak-hak sipil rakyat. Negara didalam,
memastikan agar produksinya dapat berjalan terus menerus berkesinambungan
dengan kualitas yang semakin baik agar konsumen dalam hal ini adalah rakyat
terpuaskan. Untuk itu dibutuhkan
manajemen tata kelola perusahaan yang baik dan memadai agar produksi dapat
berkesinambungan sekaligus memberdayakan konsumen, karena rakyat dalam posisi
konsumen berperan dalam memberikan umpan balik bagi corporate state dan manajemennya, juga konstituen yang diperlukan
agar mekanisme didalam corporate state tersebut berjalan dengan baik juga demi
menghasilkan produksi yang berkualitas.
Dari sini terlihat bahwa Ilmu
Pemerintahan memiliki ruang perspektif yang multidimensi dalam memandang
pengelolaan sebuah negara, tidak hanya dalam satu sudut pandang saja. Ini
dikarenakan pergeseran paradigma tersebut
membuat peminat dan pelaku yang dibekali Ilmu Pemerintahan dalam pengelolaan
sebuah negara, diperlukan kebijaksanaannya dalam memandang gejala fenomena
pemerintahan yang terjadi dan berlangsung, untuk memecahkan dan mencari solusi
bersama kehidupan berbangsa dan bernegara dalam titik tolak aspek eksistensi
kemanusiaan yang diusung. Sama sekali bukan mencari atau membuktikan benar dan
salah secara hitam dan putih.
Akhir kata, semoga trend kecenderungan
terhadap Ilmu Pemerintahan di Jambi, dapat menghasilkan ahli-ahli dalam
pemerintahan yang sebijaksana mungkin, dengan dibekali basis keilmuan
berdasarkan pendekatan multidimensi dalam memandang gejala fenomena
pemerintahan yang merupakan pergulatan diruang publik tersebut, baik yang
tersebar pada subkultur kekuasaan, ekonomi maupun rakyat.
*
0 Komentar untuk "Paradigma ilmu Pemerintahan Baru"