Tulisan ini dimuat di Koran Harian Jambi Independen, 19 Desember 2013
Pada hajatan pesta demokrasi
pemilihan umum 2014 ini, terdapat kurang lebih 15 partai politik dengan beragam
warna ideologi tampil sebagai kontestan. Melalui partai politik tersebut,
muncul ribuan calon anggota legislatif sebagai wakil rakyat yang akan berebut
sejumlah kursi dilembaga perwakilan politik rakyat ,tingkat nasional maupun
daerah.
Partai
politik sebagai salah satu syarat kendaraan pengusung wakil rakyat jika ingin
mendapatkan jatah kursi perwakilan politik dilembaga legislatif. Mekanisme ini
masih dianut secara ketat dan berpengaruh terhadap keberadaan wakil rakyat
dilembaga legislatif. Terlepas adanya wakil rakyat independen yang tidak
melalui jalur berkendara dengan partai politik, karena lebih memilih sebagai
wakil rakyat dikamar sebelah yang belum seberapa kuat gaungnya dilegislatif,
yaitu Dewan Perwakilan Daerah. Ujung-ujungnya juga, penghuni kamar sebelah ini
akhirnya tidak lagi memilih independen jika ingin bertarung kembali mendapatkan
jatah kursi perwakilan politik dilembaga legsilatif. Banyak diantara mereka
yang akhirnya menelikung dengan berkendara partai politik , karena ingin
berebut pengaruh dan eksistensi lebih kuat di lembaga legislatif juga dihadapan
konstituen.
Sehubungan
dengan hal tersebut, partai politik mengemban tugas yang amat berarti dalam
kehidupan berpolitik bangsa dan negara. Dalam alur proses politik, partai
politik mempunyai peran sebagai sabuk penghubung antara rakyat dengan negara
untuk mempengaruhi pembuatan kebijakan. Dari input proses kebijakan apalagi
pemrosesannya, sampai ke tahap output kebijakan yang dihasilkan, hingga
menghasilkan umpan balik bagi alur proses politik pembuatan kebijakan tersebut,
partai politik adalah pemain tunggal melalui wakil-wakil politisnya yang
berhasil didudukkan sebagai wakil rakyat.
Untuk
ini, partai politik mempunyai fungsi vital antara lain sebagai ; agregator
kepentingan yang menjaring dan menyaring aspirasi rakyat untuk dibuat sebuah
kebijakan, juga sebagai komunikator politik yang mengkomunikasikan isu-isu
kebijakan dan aspirasi rakyat secara vertikal dan horizontal dalam hubungan
ketatapemerintahan secara politis. Fungsi vital yang nyata dapat dilihat setiap
pemilihan umum tentunya adalah rekrutmen politik, untuk menjaga regenerasi
kepemimpinan politik agar tetap berlangsung, fungsi ini juga telah merambah
kedalam faktor yang menentukan rekrutmen politis eksekutif daerah.
Tak
kalah pentingnya adalah fungsi partai politik sebagai agen sosialisasi politik.
Celakanya, fungsi terakhir ini, dalam kurun waktu pemilihan umum yang
berlangsung sejak era reformasi berjalan hingga saat ini hanya dimaknai sebagai
ajang memperkenalkan diri calon anggota legislatif yang berkendara dengan
partai politik. Ditambah lagi diera pencitraan yang semakin gencar saat ini,
partai politik layaknya hanya sebagai penjaja produk politis yang bernama calon
anggota legislatif dihadapan konsumen politik yaitu rakyat yang juga sebagai
konstituen. Selebihnya partai politik melalui calon anggota legislatif yang
diusungnya tersebut, hanya sebagai alat mempromosikan cara-cara mekanis
memperlakukan kertas suara pemilihan.
Padahal
sejatinya sosialiasi politik merupakan ajang partai politik untuk
mengimplementasikan perannya sebagai lembaga yang melakukan pendidikan politik
secara langsung ke segala lapisan sosial masyarakat. Pendidikan politik sendiri
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sosialisasi politik yang dilakukan
oleh partai politik. Sikap dan orientasi
politik masyarakat dibentuk oleh adanya sosialisasi politik yang dilakukan oleh
partai politik. Maka jangan heran jika
saat ini ditemukan sikap yang makin apatis
dan pragmatis secara politis pada sebagian masyarakat, barangkali itu
merupakan bentukan sosialisasi politik yang selama kurun waktu ini berjalan.
Disebutkan
dalam rezim Undang-Undang Partai Politik No. 2 Tahun 2008 jo UU No. 2 Tahun
2011, bahwa pendidikan politik yang dilakukan oleh partai politik selain
bertujuan untuk meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, juga ditujukan untuk
meningkat kesadaran hak dan kewajibannya, serta meningkatkan
kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter bangsa dalam rangka memelihara persatuan dan
kesatuan bangsa.
Tujuan
ini mempunyai aspek yang berpengaruh terhadap sistem politik sebuah negara.
Jika gagal dicapai salah satunya atau semuanya, maka sistem politik sebuah
negara akan mengalami gagal fungsi menjalankan mekanisme kehidupan politik
bersama. Dampak signifikannya adalah pada tata kelola pemerintahan yang sedang
berjalan karena kekuasaan yang terbentuk ditopang oleh pondasi partisipasi yang
keropos. Disini kita bisa melihat bahwa pendidikan politik sangat berperan
sebagai penjaga kelestarian sistem politik sebuah negara.
Maka
secara ideal, partai politik diharapkan terutama melalui wakil rakyat yang
diusungnya dan berhasil didudukkan pada kursi lembaga legislatif untuk dapat melakukan
pendidikan politik yang berkesinambungan, terus-menerus, tidak hanya sebatas
pada saat menjelang pemilihan umum saja. Dalam hal ini, pendidikan politik
adalah sebuah proses dialogis untuk mendekatkan nilai-nilai politik dan
ideologis. Ini adalah sebuah tantangan dimana partai politik dituding saat ini
telah mengalami kekaburan orientasi ideologisnya karena ditumpangi kepentingan
hedonis, terutama partai-partai konservatif keagamaan yang telah berdiri sejak
dulu.
Proses
dialogis ini juga sangat penting untuk menanamkan loyalitas dan perasaan
politik kepada konstituen, karena melalui cara ini konstituen merasa terikat
pada sebuah ideologi yang membentuk keyakinan perilaku politisnya yang telah
terkonsep, bukan pada kepentingan pragmatis. Ini berperan untuk menciptakan
pemilih yang berwawasan, berpengetahuan dan berkesadaran terhadap persoalan
politik yang sedang menjadi fenomena dan dihadapinya.
Dalam
pada itu partai politik melalui pendidikan politik yang dijalankannya kepada
masyarakat, tidak hanya berperan sebagai penjaja dan peraga, tetapi juga
mentransfer nilai-nilai ideologi partai politik sendiri yang lebih utama,
kemudian transfer pengetahuan mengenai sistem politik yang sedang berjalan,
transfer kedasaran akan kehidupan politik yang sedang berlangsung, juga
kewajiban sebagai manusia politis untuk bersama partai politik menjaga
kelestarian sistem politik. Lebih penting lagi dari itu adalah mentransfer
moral dan etika politik yang dapat menjadi jejaring pengaman kehidupan politik
bersama. Apalagi yang terakhir ini, hal tersebut ditengarai mengalami
kemerosotan akibat ulah oknum partai politik, dan ini menjadi penyebab
menghindarnya pemilih potensial menjadi golongan putih potensial yang
merongrong legitimasi kekuasaan.
Begitulah,
bahwa partai politik yang saat ini menghadapi tantangan golongan putih
potensial tersebut dalam setiap hajatan pemilu semakin membesar jumlahnya, juga
bandul yang berayun antara pencitraan terhadap elektabilitas, etika dan moral
kehidupan politik yang keropos dan menimbulkan mobokrasi serta anarki dimana
–mana, terjun bebasnya tingkat kepercayaan terhadap legitimasi kekuasaan pemerintahan
yang sedang berjalan, ideologi politik yang dijual demi kepentingan pragmatis
dan jiwa hedonis. Sepertinya perlu memperbaiki fokus pendidikan politik yang
diemban dalam fungsinya.
Sebab,
capaian pendidikan politik diperlukan untuk menopang peradaban politik yang
terbentuk dan dimunculkan dalam sistem politik sebuah negara. Peradaban itu
terlihat pada budaya politik seperti apa yang lahir dan terekam dalam jejak
peradabannya. Semuanya dapat diukur dari pencapaian pendidikan politik partai
politik dalam hal ; penampilan kepribadian politik yang terbentuk, dan
kesadaran politik yang muncul, serta partisipasi politik yang sejauh mana dan
sampai kapan.
0 Komentar untuk "Partai Politik dan Pendidikan Politik (Pendidikan Politik Membentuk Peradaban Politik)"