Tulisan ini dimuat di Jambi Ekspress, 21 Januari 2014, dengan ralat karena kesalahan mencantumkan nama yang bukan nama penulis.
Ada beberapa Partai Politik yang berlabel Islam di Indonesia yang
menjadi peserta hajatan demokrasi pemilu 2014. Sebut saja, Partai
Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai
Bulan Bintang (PBB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Partai-partai
tersebut mengklaim berazas Islam. PPP bahkan berani mengklaim sebagai
partai di Indonesia yang satu-satunya konsekuen terhadap azas
keislamannya.
Meski demikian, konsekuen atau tidak pada azasnya, merupakan persoalan
lain lagi bagi partai politik di era pasar bebas politik. Dimana daulah
kepentingan lebih berkuasa untuk mendulang suara pada saat pemilu. Lebih
daripada itu adalah bagaimana daulah kepentingan ini menopang secara
signifikan eksistensi partai politik. Kondisi ini berlaku pada semua
partai politik, tanpa terkecuali. Inilah yang tak luput dari gerutuan
sebagian kader-kader lama partai politik dengan idealismenya yang tak
kuasa melawan daulah kepentingan.
Demi kepentingan tersebut, maka tidak heran partai politik dituntut
bekerja keras mengumpulkan suara, memenangkan kuota, dan menjaga
eksistensi partai politik. Berbagai cara dikerahkan, salah satunya
dengan banyak membuat gimmick politik. Sepertihalnya pada pemasaran
barang dan jasa dimana gimmick diperlukan untuk meraup untung sebanyak
mungkin dengan mengkreasikan produk sedemikian rupa pada hal yang bukan
esensial dari produk, yang penting konsumen dapat dibuat tertarik dan
tergila-gila pada produk terlepas dari bagaimana mutu serta kualitas
produk yang sebenarnya.
Begitu juga dalam pemasaran politik. Gimmick politik dipasang agar alam
bawah sadar konstituen tergerak secara dangkal untuk tertarik
meluangkan partisipasinya pada ajang pemilu. Banyak gimmick telah
digunakan dalam pemasaran politik, sebut saja pada musim banjir seperti
saat sekarang ini, pemberian bantuan kepada korban banjir, kunjungan ke
pengungsian, dan kampanye memerangi banjir adalah sebuah gimmick yang
given by nature (diberikan oleh alam) secara cuma-cuma, partai politik
dan calon yang diusungnya tinggal mengkreasikan gimmick tersebut dengan
berbagai pose keprihatinan sedemikian rupa.
Pada partai politik berlabel Islam, penulis tertarik mencermati,
bagaimana kemudian sebagian dari partai politik tersebut merubah haluan
mencitrakan diri menjadi partai politik yang terbuka terhadap semua
golongan, cenderung nasionalis. Terlepas bagaimana konsep pluralisme
yang mereka pegang teguh dalam bingkai azas keIslamannya, tiba-tiba
banyak yang memasang ikon pluralis pada partainya. Sejumlah tokoh yang
bukan dari organisasi berbasis Islam, dan bukan beragama Islam,
tiba-tiba hadir dalam bursa pencalonan legislatif maupun eksekutif.
Contoh teruptodate dapat kita lihat pada hebohnya PKB memasang Rusdi
Kirana yang merupakan boss Lion Air. Pada sejumlah sumber berita, Rusdi
mengatakan bahwa ia memilih dan tertarik dengan PKB karena mengidolakan
tokoh Gusdur yang terkenal dengan pluralismenya. Hal inipun sempat
menjadikan bentrok yang kesekian kalinya antara PKB dengan pihak
keluarga Gusdur yang tidak rela gambar Gusdur atau namanya dibawa-bawa
oleh PKB, kemudian lebih memilih merelakan gambar dan nama Gusdur
digunakan oleh PPP.
Pada partai politik selain PKB sebenarnya juga banyak ditemui bagaimana
ikon pluralis ini dipajang, entah sebagai kader atau sebagai calon yang
diusung, atau hanya sebagai partisipan. Tetapi PPP melalui beberapa
kadernya, mengklaim bahwa hanya PPP yang konsekuen mengusung calon
legislatif maupun eksekutif dan mengambil kader hanya dari orang Islam,
dengan tegas tidak memasukkan yang bukan Islam sebagai kader,
partisipan, maupun calon legislatif dan eksekutif.
Tidak disadari, ikon pluralis yang dipajang pada partai politik Islam
ini kemudian berubah menjadi gimmick politik yang digandrungi untuk
mendulang suara guna memenuhi kuota dan kepentingan eksistensi partai
politiknya menjelang pemilu. Penggunaan gimmick politik dengan ikon
pluralis tersebut seolah ingin mencitrakan bahwa partai politik berlabel
Islam tersebut ramah terhadap minoritas, menaungi semua golongan.
Terlepas pada kenyataannya, masalah minoritas dan intoleransi
terhadapnya masih menjadi batu sandungan sepanjang pembangunan politik
dikedalamannya, dan belum ada satupun partai politik yang berlabel Islam
mampu memberikan solusi dengan baik. Alih-alih malah sebagian
organisasi masanya, dan sejumlah tokohnya mengamini dan ikut mendukung
diskriminasi minoritas dan perlakuan intoleransi yang berkepanjangan dan
sangat merisaukan terhadap keseimbangan pembangunan politik dan
keutuhan kehidupan bangsa, yang sampai sekarang belum terselesaikan dan
menunjukkan gejala yang kian parah.
Konsep pluralisme sebenarnya lebih daripada konsep kerukunan semata yang
biasa dipajang oleh partai politik berlabel Islam. Pluralisme beda
dengan hal yang semata-mata hanya berdampingan dalam perbedaan. Kita
semua hidup berdampingan dalam perbedaan, menampakkan kerukunan, tetapi
belum tentu esensi dari pluralisme mengena didalamnya dimana yang
berbeda tersebut dimaknai sekaligus dipahami bukan sebagai “yang lain”,
sebagai yang jauh terasing, yang punya standar keberadaban dan
kebaikan yang asing satu sama lainnya dan sepihak saling mengklaim lebih
benar. Tetapi sebagai satu kesatuan yang jalin menjalin membentuk warna
kehidupan yang indah.
Menurut penulis, hematnya partai politik berlabel Islam tidak perlu
repot-repot melemparkan gimmick politik dengan ikon pluralisnya
kepasaran politik. Menambahkan ikon pluralis sebagai gimmick politik
partai menjelang pemilu, hanya akan menambah gambaran inkonsistensi
serta kaburnya ideologi partai politik. Apalagi ternyata ikon pluralis
tersebut sebenarnya terpilih hanya karena dukungan finansialnya dan
status sosialnya sebagai jutawan, atau milyader, tidak lebih daripada
itu.
Jikapun partai politik berlabel Islam tersebut ingin mengusung konsep
pluralisme dalam pergerakannya, juga ingin mencitrakan diri sebagai
partai politik berlabel Islam yang peduli terhadap isu-isu pluralisme,
tentu bisa diwujudkan dalam gerak nyata pada masyarakat, bahwa
program-program kerjanya yang terkait dengan kebijakan pemerintah dapat
dirasakan manfaatnya bagi semua golongan, kemashlahatan yang
digerakkannya memang untuk semua manusia demi terwujudnya keadilan dan
kesejahteraan secara substansial maupun prosedur.
0 Komentar untuk "Gimmick Politik Pada Partai Berlabel Islam"