Tulisan ini diterbitkan di Jambi Ekspress, 28 April 2014
Konflik
partai berlambang ka’bah Partai Persatuan Pembangunan (PPP), setelah sempat
hiruk pikuk lewat berbagai media massa di Indonesia beberapa pekan terakhir,
akhirnya selesai setelah digelar upaya islah melalui Rapimnas yang
diselenggarakan oleh partai tersebut. Kini diberbagai media banyak memunculkan
isi hasil akhir kesepakatan islah dari pihak-pihak yang berkonflik dalam tubuh
PPP. Diantaranya kesepakatan untuk fokus pada upaya koalisi di bursa pencalonan
presiden, kesediaan Surya Dharma Ali dan pihak yang kontra terhadapnya untuk
menerima islah.
Konflik ditubuh PPP diawali dengan
kehadiran Surya Dharma Ali selaku ketua umum partai di arena kampanye partai
Gerindra yang dipimpin oleh Prabowo Subiyanto, pada masa kampanye jelang
pemilihan legislatif 9 April 2014 lalu. Tindakan Surya Dharma Ali atau yang
akrab disapa dengan SDA ini, menimbulkan reaksi negatif dari kader dan
simpatisan partai terutama fungsionaris partai diseluruh Indonesia. Mereka pada
umumnya menganggap tindakan SDA menurunkan elektabilitas partai dimata
konstituen jelang pemilu legislatif, padahal seluruh kader dan calon legislatif
partai tengah berjuang menaikkan elektabilitas partai. Lebih daripada itu,
tindakan SDA dinilai sangat tidak etis dan melukai integritas partai.
Tidak lama kemudian setelah pemilu
legislatif 9 april digelar, 26 DPW dari seluruh Indonesia akhirnya sepakat
membuat petisi terkait dengan perilaku SDA, dan membawanya ke DPP PPP di
Jakarta. Disinilah dimulai hiruk pikuk konflik partai yang begitu nyata
ditangkap oleh media dan dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia. Masyarakat
menyaksikan begitu gaduhnya PPP sebagai rumah besar umat islam dengan konflik
yang menerpanya.
Masalah konflik internal sebenarnya
yang tengah terjadi. Kebanyakan partai di Indonesia selalu bergelut dengan
permasalahan internal ini. Beberapa partai tidak sampai memblow-upnya ke
permukaan dan memilih untuk menyampaikannya secara elegan dihadapan masyarakat,
beberapa partai kedodoran menyampaikan apa adanya yang terjadi didalam
partainya, tanpa menimbang konsekuensi jangka panjang jika konflik internal ini
dikonsumsi massa apalagi konstituen dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Sejumlah pihak menyayangkan gaduhnya
PPP yang terkesan begitu terbuka, padahal posisinya adalah sebagai rumah besar
umat Islam, dimana berbagai organisasi dan massa Islam bergabung didalamnya. Hal ini terkait dengan citra dengan sebagian
umat Islam yang mana wadahnya saja tidak becus mengurus, mengatur, dan
mengelola konflik. Disebelah pihak akan bertepuk tangan melihat kegaduhan
tersebut, karena begitu rapuhnya umat Islam terbakar oleh konflik, dan
seolah-olah hobinya memang berkonflik.
Meksipun pada akhirnya hasil Rapimnas
PPP berhasil menyepakati ketentuan islah. Terkait dengan hal ini, sebagian
mengatakan bahwa apa yang terjadi pada PPP dan endingnya menunjukkan atau
memberikan pelajaran kepada umat bagaimana cara terbaik berdamai dengan konflik,
dimana tetua dihargai nasehat dan pendapatnya, kemauan rendah hati untuk mau
berdamai demi kepentingan umat. Akan tetapi lebih penting daripada itu pada
saat ini adalah, bahwa partai politik apapun bentuknya dan ideologinya akan
diukur melalui kinerjanya mengelola kedalam maupun keluar partai, dalam
hubungannya sebagai sabuk penghubung rakyat dalam proses politik tatanan sistem
politik sebuah negara.
Di ruang publik dalam perannya
sebagai sabung penghubung rakyat tersebut, partai politik mengemban tugas agar
benturan antara kepentingan dan kebutuhan aspirasi rakyat dapat termanajemeni
dengan baik sehingga tidak mengganggu proses politik yang sedang berlangsung
dan juga tatanan keseimbangan di ruang publik, sehingga tujuan bersama dapat
tercapai kedalam kebijakan yang baik demi kepentingan bersama. Kegaduhan
konflik di internal partai seharusnya tidak berimbas kepada ruang publik, dan
tidak selayaknya dibawa keranah publik.
Berkaca pada kejadian yang dialami
oleh PPP, sudah seharusnya seluruh partai di Indonesia, partai konservatif
terutama untuk dapat memiliki suatu manajemen konflik internal yang baik
sehingga tidak membawa kegaduhannya keruang publik. Konstituen dan rakyat
diruang publik tidak seharusnya berkontak kepada partai politik yang tengah
berkonflik secara internal. Selayaknya partai politik dalam tuntutan tata
kelola aspek kenegaraan dan politik yang baik melakukan komunikasi yang justru
dapat meredakan konflik diruang publik, terlepas apakah secara internal partai
juga tengah mengalami konflik.
Manajemen konflik yang baik secara
internal perlu dikedepankan oleh seluruh partai politik di Indonesia. Konflik
internal yang tidak termanajemeni dengan baik menyebabkan partai politik
kehilangan identitas sekaligus integritasnya di tengah arena ruang publik. Publik,
konstituen terutama akan melihat bahwa kerja partai politik akan melulu
direcoki konflik kepentingan dan kekuasaan, ini menyebabkan mereka kehilangan
kepercayaan terhadapnya. Disamping itu, manajemen konflik internal yang baik
yang hingar bingarnya tidak sampai terblow up keluar, tetapi justru disampaikan
secara elegan jika ada pertanyaan terkait dengannya, akan membawa langkah
pencitraan partai politik keluar sebagai lembaga politik yang kredibel dimata
publik dan konstituen.
Konflik memang tidak dapat dihindarkan,
karena konflik adalah suatu bentuk dinamika yang bisa mengacu kearah positif
dan perbaikan. Tinggal bagaimana cara kita semua, lembaga politik terutama
untuk menghadirkan wajah kekuasaan di ruang publik mengelola dan menata konflik
dengan baik demi kemajuan bangsa, dan visi-misi bersama membentuk suatu sistem
politik dan berbudaya politik yang baik mencapai keamanan, kebahagiaan, dan
keadilan diruang publik.
0 Komentar untuk "Manajemen Konflik Partai Politik"