diterbitkan di Koran Harian Jambi Independent, 28 Mei 2014
Pemilu
2014 kali ini merupakan ujian bagi penyelenggara pemilu yang sebenarnya.
Bagaimana tidak demikian, sebab pemilu 2014 banyak dinyatakan oleh berbagai
kalangan terutama kontestan peserta dalam pemilu legislatif 9 April kemarin,
sebagai pemilu yang luar biasa “gila”, dimana politik transaksional
mengkooptasi penyelenggaraan pemilu dari berbagai lini, dengan bentuk yang
semakin sistemik maupun tetap pada bentuk yang kasar.
Bentuk yang kasar dari politik
transaksional masih berlaku dijalankan sebagaimana terjadi pada penyelenggaraan
pemilu 2009, yaitu dengan memberikan secara langsung sejumlah uang pada besaran
tertentu atau berupa pemberian barang kepada pemilih untuk mendukung kandidat
tertentu. Kali ini tak tanggung-tanggung jumlahnya, jika pada pemilu 2009 hanya
dimainkan besaran sebesar lima puluh ribu rupiah perkepala pemilih, pemilu 2014
bahkan ada yang berani memberikan sejumlah lima ratus ribu rupiah perkepala
pemilih. Dalam bentuk yang kasar ini, kandidat legislatif yang bermain dalam
politik transaksional dapat menggelontorkan uang dalam jumlah sekitar dua
milyar rupiah, dan paling sedikit sebesar lima ratus juta rupiah, untuk
mendapatkan dukungan legitimasi suara agar dapat duduk sebagai wakil rakyat di
lembaga legislatif DPR maupun DPRD, juga DPD. Jumlah yang sekian itu, akan tetapi belum
tentu berhasil memuluskan jalan kandidat legislatif, bahkan ada sebagian yang
telah menggelontorkan sejumlah puluhan milyar tidak berhasil sama sekali duduk
dikursi legislatif yang diidamkan.
Pada bentuk yang kasar dapat dilihat
langsung bagaimana politik transaksional di jalankan. Lain pula pada bentuk
yang sistemik, dimana politik transaksional dijalankan secara terorganisir dan birokratis.
Bentuknya adalah dengan menyuap penyelenggara pemilu dari level atas hingga
level bawah, dari manajemen penyelenggara maupun pengawas pemilu. Suap tidak
hanya semata mempengaruhi kinerja penyelenggara pemilu dengan memberikan
sejumlah imbalan tertentu untuk meloloskan berkas-berkas administrasi, atau
berkas-berkas yang terkait suara pemilih pada saat pemilihan. Secara
terorganisir dan sistemik, manajemen penyelenggara pemilu diduduki oleh
individu-individu yang telah direkrut oleh kekuasaan dimana lembaga pemilu
berdomisili.
Kuasa kekuasaan menempatkan wakilnya
pada lembaga penyelenggara pemilu dari level atas hingga bawah, apalagi
ditingkat manajemen hingga pengawas, sudah merupakan hal yang tidak dapat
dinafikkan lagi. Syarat menjadi anggota penyelenggara pemilu memang tidak
terkait dengan partai politik kebelakang selama lima tahun. Akan tetapi, banyak organisasi sayap partai seperti
organisasi kepemudaan, organisasi yang berbentuk jama’ah, dan beberapa
organisasi keagamaan yang memiliki kecondongan secara politis terhadap jejaring
sosial dan politik tokoh maupun partai, dapat berperan sebagai modal memasuki
lembaga penyelenggara pemilu, dan memainkan taktik transaksional politik secara
sistemik dan manajemen. Apalagi dibeberapa tempat seleksi penerimaan anggota
penyelenggara pemilu, mensyaratkan individu yang mengikutinya memiliki track
record atau afiliasi didalam organisasi massa sedemikian rupa.
Masih dalam rangka kuasa kekuasaan
menempatkan wakil pada lembaga penyelenggara pemilu, jika tidak melalui jalan
organisasional, maka dapat dilakukan dengan jalan patron and klien. Dimana
patron kekuasaan menempatkan klien-klien disekitarnya pada lembaga
penyelenggara pemilu, dengan cara melakukan pesan-pesan intimidatif dan atau
pesan-pesan yang sengaja dihubungkan terhadap tim seleksi anggota penyelenggara
pemilu yang juga telah direkrut dan
ditempatkan berdasarkan kuasa kekuasaan. Lingkaran patron and klien ini,
sengaja menyusup kedalam lembaga penyelenggaraan pemilu, untuk memuluskan jalan
eksistensi kekuasaan selama beberapa
periode, apakah itu pada hajatan pemilihan kepala daerah, maupun untuk
kepentingan mendulang suara partai politik dan hegemoni kekuasaan berbasis
partai yang dapat dijadikan sarana pemilihan kepala daerah terutama, dan
pemilu-pemilu selanjutnya.
Ujian integritas penyelenggara
pemilu ini, merupakan fakta bahwa kekuasaan bukan sesuatu yang tanggung untuk
didapatkan atau diraih dan digenggam. Barangsiapa yang dapat menguasai
keseluruhan jalannya sistem, maka dialah sang pengendali yang dengan bebas
menentukan arah dan anomali kekuasaan melangkah dan mengambil bentuknya. Tak
heran jika pada pemilu legislatif 9 April, penyelenggara pemilu seperti tumpul
secara manajemen menghadapi segala kasus pelanggaran dan kesalahan-kesalahan
administratif yang berbentuk manajerial lainnya.
Secara terang kita dapat melihat
kepada contoh fakta, lolosnya berkas-berkas calon legsilatif bermasalah, salah
pendistribusian kertas suara, penghitungan ulang, ketidak telitian menghitung
hasil pada kertas data perolehan suara, adanya kertas suara kosong yang
dipergunakan secara bebas melibatkan warga dan penyelenggara pemilu sendiri
untuk mendulang suara kandidat dan partai tertentu, alokasi kertas suara pada
daerah terpencil yang tidak terawasi dengan baik, dan masih banyak lagi.
Lembaga penyelenggara pemilu yang
merupakan manajemen penyelenggara pemilu, merupakan titik tumpu kualitas
penyelenggaraan pemilu. Keberadaannya dibangun untuk mewujudkan penyelenggaraan
pemilu yang adil, bersih, jujur, berkualitas, independen, berintegritas untuk
menegakkan demokrasi yang berpihak kepada kepentingan rakyat, dan masa depan
bangsa selama lima tahun bahkan pada efeknya bertahun-tahun kedepannya lagi, diharapkan
akan terus menjunjung integritasnya, sehingga kepercayaan terhadap demokrasi
dan legitimasi kekuasaan yang terbentuk karenanya akan tetap terjaga dimata
rakyat.
Tapi bagaimanakah jadinya jika
lembaga penyelenggara pemilu sudah terkooptasi sedemikian rupa oleh kepentingan
kekuasaan, dengan pola politik transaksional sedemikian rupa secara sistemik? Manajemen
yang baik adalah manajemen yang bekerja tanpa tendensi melayani kepentingan tertentu apalagi
kekuasaan diatasnya, tetapi melayani apa yang seharusnya dilayani oleh
manajemen, sehingga kinerjanya akan menebarkan manfaat dan kebaikan. Dalam hal
pembenahan dan penguatan sumber daya manusia penyelenggara pemilu, tidak akan
dapat berjalan selama secara manajemen penyelenggara pemilu tidak dapat
membersihkan dirinya dari gangguan sistemik penyelenggaraan pemilu yang telah
menyandera independensi serta integritas penyelenggara pemilu.
Semoga
seluruh jajaran penyelenggara pemilu, dapat melalui ujian integritas ini dengan baik, dan kedepan dapat menyajikan
penyelenggaraan pemilu yang warna demokrasinya tidak sekeruh tahun politik 2014
ini.
0 Komentar untuk "Ujian Integritas Penyelenggara Pemilu"