Diterbitkan di Koran Harian Jambi Ekspress, 20 Juni 2014
Situasi
lingkungan yang kondusif dan stabil merupakan prasyarat bagi tegaknya
demokrasi. Sebab demokrasi tidak mungkin didirikan dalam suatu kondisi yang
tidak kondusif, penuh kekacauan dan berbagai point instabilitas lainnya. Ini
sebuah keniscayaan agar demokrasi dapat berdiri dengan kokoh sesuai dengan
hakikatnya untuk menegakkan keadilan, kesejahteraan, kemerdekaan, kebebasan,
yang membawa harkat kemanusiaan penganutnya kearah peradaban yang lebih baik
dibandingkan dengan sistem non demokrasi.
Demokrasi yang rapuh dan ditegakkan
dengan tiang-tiang instabilitas dimana situasi yang tidak kondusif menjadi
fondasi, tentunya tidak akan menjadikan demokrasi itu sendiri sebagai sebuah
mekanisme penyelesaian manajemen politik yang baik bagi sistem politik yang
mewadahi demokrasi. Jika demikian yang terjadi bukannya demokrasi tetapi situasi
yang kontra terhadap demokrasi, yang dapat berupa salah satunya adalah
mobokrasi. Dalam mobokrasi dimana orang banyak dalam kategori massa berkumpul
digalang kekuatannya untuk melakukan tekanan-tekanan fisik maupun psikologis
terhadap pihak-pihak yang ditentang maupun didukung, sehingga menimbulkan kerusuhan
dan huru hara terutama pada event-event pelaksanaan demokrasi seperti halnya
pemilihan umum.
Ditahun politik 2014 ini digelar
pemilihan umum legislatif yang telah selesai dilaksanakan pada 9 April kemarin,
dan pemilu presiden akan dilaksanakan pada 9 Juli mendatang. Untuk pemilu presiden
kali ini hanya terdapat dua pasangan calon presiden yang akan berkompetisi pada
9 Juli mendatang, yaitu dari pasangan Prabowo-Hatta dan Jokowidodo-Jusuf Kalla.
Masing-masing pasangan membentuk poros yang bak kubu tanding dalam laga
permainan di ring tinju untuk mendapatkan gelar RI-1. Dibelakangnya pendukung masing-masing
melakukan hompimpah sesuai dengan kepentingan yang mendorongnya untuk menanti
kemenangan pasangan calon presiden yang didukung.
Bercermin pada pemilu legislatif 9
April kemarin, dimana situasi dan kondisi penyelenggaraan pemilu berhadapan
pada ujian integritas penyelenggara pemilu, kedodorannya kontrol dan pengawasan
pelaksanaan penyelenggaraan pemilu terutama dalam segi distribusi logistik dan
manajemen pendataan, serta terlepasnya pengawasan dijalur titik rawan menuju
Tempat Pemungutan Suara (TPS) dari kondisi yang dapat dijadikan sebagai
intervensi dan tekanan psikologis terhadap warga yang akan memilih. Belum lagi
pasca pemilu legislatif dimana teror dan ancaman terhadap ketidakpuasan hasil
pemilu dan kinerja panitia penyelenggara dilakukan baik itu kepada pemilih,
penyelenggara, maupun kepada masyarakat luas. Kiranya segi keamanan
penyelenggaraan pemilu presiden pada 9 Juli mendatang dapat meninjau kembali aspek
keamanan penyelenggaraan pemilu yang tidak hanya pada tataran normatif semata.
Ada beberapa aspek keamanan
penyelenggaraan pemilu sebagai hajatan demokrasi yang melihat kepada prasayarat
aman, nyaman, kondusif, diantaranya adalah aspek penyelenggara pemilu, aspek jenis
keamanan, dan aspek pendekatan keamanan yang digunakan. Aspek penyelenggara pemilu adalah badan-badan
yang bertanggungjawab terhadap jalinan keamanan penyelenggaraan pemilu,
pointnya adalah aparat kemanan TNI dan Polri yang ditunjang oleh satuan
keamanan lainnya, badan penyelenggara pemilu sendiri KPU, Bawaslu, hingga
panitia kebawah, stakeholder dan masyarakat yang berkepentingan terhadap
jalannya pemilu untuk masa depan lima tahun mendatang.
Pada aspek penyelenggara ini, mereka
semua dituntut untuk dapat bersikap senetral mungkin, menyediakan manajemen
secara strategis dan operasional demi kondusifnya situasi yang dapat
melancarkan jalannya pemilu dan penilaian kinerja mereka yang saat ini tengah
disorot dalam event siklus hajatan demokrasi lima tahun sekali. Secara normatif
mereka memiliki garis besar penyelenggaraan keamanan demi pemilu, yang telah
sesuai dengan prosedur dan ketentuan, akan tetapi masyarakat dan stakeholder
lebih membutuhkan realisasi yang jitu dilapangan dimana kadang situasi yang
terjadi jauh dari tataran normatif. Kritik terhadap hal ini adalah bagaimana
keamanan dan kenyamanan penyelenggaraan pemilu tidak hanya pada saat hari –H saja,
tetapi juga suatu paket rangkaian pra hingga pasca pemilu yang sering dilupakan.
Disamping itu bagaimana semua titik rawan yang tidak hanya sekedar tampak dalam
jarak beberapa meter dari TPS dapat terjangkau pengawasannya dalam aspek
keamanan, hingga disekitar TPS dimana gerak-gerik yang mengarah kepada
intervensi dan tekanan psikologis minimal dapat dikurangi untuk membuat pemilih
merasa dipecundangi oleh oknum tertentu.
Aspek jenis keamanan adalah
bagaimana kemanan penyelenggaraan pemilu terbagi kedalam dua hal besar yaitu
fisik dan Psikis. Saat ini lebih banyak tekanan psikis yang dilakukan
dilapangan ketimbang pada tekanan fisik, karena pola-pola fisik tidak memungkin
efektif dilakukan. Contoh, banyak digunakan preman oleh oknum tertentu untuk
mempengaruhi pemilih pada jalan menuju TPS dan disekitar TPS, juga banyak
dilakukan penutupan akses fasilitas umum agar pemilih dapat mendukung pilihan
tertentu.
Tentunya aspek jenis keamanan psikis
yang sedang menjadi trend ancaman ini membutuhkan pendekatan yang tidak sekedar
pengaman fisik, tetapi juga bagaimana semua pihak terutama penyelenggara pemilu
dan aparat serta negara dapat menyediakan kemanan dan kenyamanan pada fondasi
terselenggaranya demokrasi. Apalagi
dijaman digital dimana arus informasi juga menjadi pengaruh pada kelas menengah
terutama yang akan disalurkan secara operasional ke kelas dibawahnya berwujud
apapun dan terkadang menularkan kekerasan yang massif kebawah. Maka, menajemen
politik yang baik setidaknya negara memikirkan strategi keamanan dan kenyamanan
penyelenggaraan pemilu dimana setiap lapis masyarakat memerlukan strategi dan
pendekatan yang berbeda terutama kepada pendekatan sosiologis dan humanis.
Manajemen politik ketertiban pada
lapisan bawah memang membutuhkan pendekatan yang secara fisik prosentasenya
lebih besar, akan tetapi bukan berarti secara psikis terabaikan. Sementara
manajemen politik ketertiban dilapisan menengah dan atas, adalah
mengkoordinasikan opini dan gagasan yang muncul dan berpengaruh terhadap sebuah
kebijakan serta rollling isu hingga kebawah yang kadang dapat meletuskan
mobokrasi demi kepentingan tertentu dan kecenderungan paradigma kekuasaan. Bagaimana
keterlibatan penyelenggara keamanan pemilu dapat menjabarkan kenormatifan
keamanan dalam segi ini ? apalagi dikaitkan dengan situasi jelang pemilihan
presiden kali ini yang sedemikian seru dalam segi dukungan dan penyebaran isu
apakah dalam bentuk black campaign ataupun negatif campaign. Semoga
keamanan dan kenyamanan jelang 9 Juli nanti dapat diperoleh oleh kita
semua.
0 Komentar untuk "Keamanan dan Kenyamanan Penyelenggaraan Pemilu"