Tulisan ini di muat oleh Koran Harian Jambi Ekspress, Selasa 8 Juli 2014
Demokrasi tanpa pengawalan seperti halnya tanaman yang tumbuh liar
di sebuah taman tak terawat. Tak ada nilai yang akan dapat kita petik
dan rasakan manfaatnya bagi kelangsungan hidup bersama kita. Adanya
kemudian justru rasa apatis, ketidakpedulian, anti sosial, dan
vandalisme serta banalisme yang muncul bagai parasit, menghinggapi
kultur sosial dalam menjalankan demokrasi sebagai mekanisme sistem
kehidupan berpolitik kita.
Berbicara pengawalan terhadap demokrasi, rakyat
Indonesia baru tertatih menjalankannya sejak kurun reformasi di tegakkan
dengan di tumbangkannya rezim orde baru. Sebagai salah satu syarat di
jalankannya mekanisme demokrasi, Pemilihan Umum (Pemilu) yang lebih
demokratis memang berhasil dilaksanakan pasca orde baru tumbang, dengan
di tandai kemunculan partai politik yang lebih banyak dan beragam,
partisipasi rakyat yang lebih bebas dalam menentukan pilihan politiknya,
dan merestrukturalisasi kedudukan lembaga perwakilan rakyat. Tetapi hal
itu tidaklah cukup, sebab kondisi hari ini merefleksikan bagaimana
syarat dalam menjalankan mekanisme demokrasi tersebut tumbuh bagai
tanaman liar yang penuh di tumpangi benalu dan parasit di taman ke
–Indonesiaan kita untuk merongrong kehidupan rakyat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi dalam demokrasi.
Oleh sebab itu, aspek pengawalan terhadap jalannya
proses berdemokrasi menjadi penting dalam kondisi kekinian. Ada beberapa
aspek pengawalan terhadap demokrasi, salah satunya adalah bagaimana
mengawal jalannya pemilu yang akan, sedang, dan telah di selenggarakan.
Secara operasional kelembagaan, pengawalan dalam hal ini merupakan
kewenangan utama lembaga penyelenggara pemilu seperti halnya Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu), aparat keamanan. Mereka bertugas mengawal
proses mekanisme demokrasi di jalankan dalam pemilu agar sesuai dengan
prosedur normatif yang telah di tetapkan secara hukum negara, juga
pengawalan terhadap bagaimana sarana prasarana yang telah di sediakan
oleh negara, guna mendukung terselenggaranya pemilu agar tidak terjadi
tindak penyelewengan yang akan berdampak kepada akuntabilitas dan
kredibilitas negara dalam menyelenggarakan pemilu di mata masyarakat,
juga berdampak kepada dukungan legitimasi masyarakat kepada negara.
Aspek berikutnya adalah pengawalan partisipatif
masyarakat terhadap proses berdemokrasi yang sedang berlangsung,
terutama sekali pada penyelenggaraan pemilu. Secara partisipatif
masyarakat mengawal haknya untuk dilibatkan dalam proses penyelenggaraan
pemilu, yang meliputi hak untuk memilih dan dipilih, juga haknya untuk
menentukan yang terbaik bagi pilihannya. Dalam kerangka ini, masyarakat
berhak menyertakan opini-opininya di ruang publik untuk mengawal
penyelenggaraan pemilu agar sesuai dengan prosedur berdemokrasi yang
benar, adil, berimbang, dan menuai hasil yang bermanfaat bagi
kemashlahatan umat. Sebab memilih pemimpin bagi kehidupan berbangsa
sangat mempengaruhi masa depan kehidupan masyarakat dari berbagai segi
selama lima tahun bahkan lebih, salah menentukan pilihan akan berakibat
fatal dalam kehidupan.
Terkait dengan pengawalan patisipatif ini, setidaknya
masyarakat Indonesia telah mulai menumbuhkannya di ruang publik pada
momentum pemilu presiden 2014. Mengerucutnya calon presiden hanya
menjadi dua pasangan calon untuk pertama kali dalam sejarah pemilu
presiden Indonesia, telah mengundang peningkatan pengawalan partisipatif
secara tajam di masyarakat, terutama sekali dari segi opini yang muncul
di ruang publik melalui media cetak, elektronik apalagi media sosial.
Kesadaran untuk menginginkan perubahan, kesamaan
kepentingan, telah menyebabkan masyarakat Indonesia terseret arus
pengawalan partisipatif di ruang publik, terutama terhadap latar
belakang, pribadi, gerak-gerik, pernyataan, visi-misi masing-masing
pasangan calon presiden. Suatu hal yang di masa lalu sangat tabu dan
belum pernah dilakukan secara masif. Kompetisi dukungan untuk
memenangkan dua poros pasangan calon presiden pada pemilu presiden 2014,
rupanya secara tidak disadari telah membangun nalar kesadaran
masyarakat Indonesia akan arti pentingnya pengawalan terhadap demokrasi
yang sedang dijalankan.
Jelang pemilu presiden 9 Juli 2014 ini bahkan telah
jauh hari sebelumnya, di media sosial tampak dengan gaduh bagaimana
masyarakat Indonesia terbelah secara partisipatif menjadi dua kubu yang
saling mengintai apa kekurangan dan kelemahan masing-masing kubu
tandingannya dalam mendukung calon presiden. Terlepas dari kekurangan
perkembangan partisipasi dalam hal ini, yang akhirnya menjalar kepada
budaya saling memfitnah, membenci, menghina, menghasut demi kepentingan
dukungan yang dibelanya, ada upaya konstan masyarakat untuk menguatkan
partisipasinya guna mengawal demokrasi berikut konten-konten dalam
demokrasi itu sesuai dengan apa yang mereka harapkan dan kembangkan
untuk mempengaruhi suara terbanyak.
Pengawalan partisipatif masyarakat merupakan unsur
penting pula di samping pengawalan institusional dalam kehidupan
demokrasi. Sebab demokrasi tanpa partisipasi masyarakat akan sama dengan
taman yang dibiarkan tanpa perawatnya, dan lebih banyak menghasilkan
tanaman liar dan semak belukar. Pentingnya pengawalan partisipatif
masyarakat yang tumbuh dengan kesadaran sendiri dan menguat, akan
menguatkan demokrasi di sistem politik yang melingkupi kita, sehingga
dapat menghasilkan tertib sosial masyarakat yang seimbang. Dengan
syarat, bahwa pengawalan partisipatif masyarakat ini terus berlangsung
tidak berhenti pada momen tertentu saja.
Melihat kembali kepada gaduhnya partisipasi
masyarakat jelang pemilu presiden 2014 yang begitu menguat sesuai dengan
apa yang dibelanya di antara kedua kubu calon pasangan presiden, semoga
saja setelah pemilu presiden berlangsung dan menghasilkan presiden
terpilih, masyarakat masih sudi meluangkan partisipasinya untuk mengawal
kepemimpinan presiden terpilih, lebih penting lagi mengawal bagaimana
kebijakan presiden terpilih tersebut menyelenggarakan kehidupan
bernegara sesuai dengan visi-misi yang telah mereka tetapkan untuk
menjadi presiden dan meraih dukungan legitimasi. Sebab jika kegaduhan
partisipasi pengawalan masyarakat ini hanya berhenti pada momen pemilu
presiden, apa gunanya bergaduh sampai menafikkan hal-hal rasional dan
akal sehat dalam mendukung calon presiden pilihan? sama saja dengan
pendekar pandir yang penuh omong kosong dalam pertarungan.
0 Komentar untuk "Pengawalan Demokrasi, Sejauh Mana?"